Laman

Mengenai Saya

Foto saya
Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia

Selasa, 29 Maret 2011

SASTRA BALI

A. Sejarah Sastra Bali
     Seperti kesusastraan pada umumnya, sastra Bali ada yang diaktualisasikan dalam bentuk lisan (oralty) dan bentuk tertulis (literary). Menurut kategori periodisasinya, kesusastraan Bali ada yang disebut Sastra Bali Purwa dan Sastra Bali Anyar. Sastra Bali Purwa merupakan sastra Bali yang diwarisi secara tradisional dalam bentuk naskah-naskah lama. Sedangkan Sastra Bali Anyar adalah karya sastra yang diciptakan masyarakat Bali yang telah mengalami modernisasi, atau biasa disebut sastra modern.
Sastra Bali sebelum dikenal adanya kertas di Bali, umumnya ditulis di atas selembar daun lontar. Karena ditulis di atas daun lontar, "buku sastra" ini disebut dengan "lontar". Memang ada bentuk tertulis lainnya, seperti prasasti, dengan menggunakan media seperti batu dan lempengan tembaga, namun tidak terdapat karya sastra Bali yang ditulis di atas bilah bambu, kulit binatang, katu, dan kulit kayu. Belakangan setelah dikenal adanya kertas, penulis karya sastra Bali menuliskan karyanya di atas kertas, bahkan sudah banyak yang diketik.

B. Bentuk-bentuk Kesusastraan Bali
     Menurut bentuknya, kesusastraan Bali dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1.      Tembang (puisi)
Di Bali terdapat berbagai jenis tembang yang mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda-beda. Masyarakat Bali membedakan tembang menjadi empat kelompok, yaitu:
a)      Gegendingan
Gegendingan adalah sekumpulan kalimat bebas yang dinyanyikan. Isinya pada umumnya pendek dan sederhana. Dikatakan bebas karena benar-benar tidak ada ikatannya. Antara tiap kalimat tidak harus mempunyai arti yang membentuk pengertian. Ada tiga jenis gegendingan, yaitu:
(a)   Gending Rare atau Sekar Rare, mencakup berbagai jenis lagu anak-anak yang bernuansa permainan. Jenis tembang ini umumnya memakai bahasa Bali sederhana, bersifat dinamis dan riang, sehingga dapat dilakukan dengan mudah dalam suasana bermain dan bergembira. Beberapa contoh tembang adalah Meong-meong, Juru Pencar, Ongkek-ongkek Ongke, Indang-indang Sidi, Galang Bulan, Ucung-ucung Semanggi, Pul Sinoge, dan lain-lain.
(b)   Gending Sanghyang dinyanyikan untuk menurunkan (nedunang) Sanghyang-sanghyang, misalnya pada prosesi budaya peninggalan zaman pra-Hindu dalam tarian sakral Sanghyang yang meliputi Sanghyang Dedari, Sanghyang Deling, Sanghyang Jaran, Sanghyang Bojong, Sanghyang Celeng, Sanghyang Sampat, dan sebagainya.
(c)    Gending Jejanggeran ini sama dengan Gending Rare dan biasanya dinyanyikan secara bersama-sama dan saling sahut-menyahut satu sama lain. Contoh Gending Jejanggeran yaitu Putri Ayu, Siap Sangkur, Mejejangeran, dan lain-lain.

b)   Sekar Rare lagu anak-anak maupun rakyat
Kelompok sekar alit yang biasa disebut tembang macapat, gaguritan, atau pupuh terikat oleh hukum padalingsayang terdiri dari guru wilang dan guru dingdong. Guru wilang adalah ketentuan yang mengikat jumlah baris pada setiap satu macam pupuh (lagu) serta banyaknya bilangan pada setiap suku kata pada setiap barisnya. Guru dingdong adalah uger-uger yang mengatur jatuhnya huruf vocal pada tiap-tiap akhir suku kata.

c)   Sekar Madya/Kekidungan
Yang meliputi jenis-jenis lagu pemujaan, umumnya dinyanyikan dalam kaitan upacara, baik upacara adat maupun agama. Kelompok tambang yang tergolong sekar madya pada umumnya mempergunakan bahasa Jawa Tengah, yaitu seperti bahasa yang diergunakan di dalam lontar/ cerita panji atau Malat dan tidak terikat  oleh guru lagu maupun padalingsa.

d)   Sekar Agung atau Tembang Gede
Meliputi lagu-lagu berbahasa kawi yang diikat oleh hukum guru lagu. Pada umumnya dinyanyikan dalam kaitan upacara, baik upacara adat maupun agama. Jenis tembang bali yang termasuk dalam kelompok Sekar Agung ini adalah kakawin. Kakawin adalah puisi bali klasik yang berdasarkan puisi dari bahasa jawa kuno. Masyarakat Bali mengenal banyak jenis kakawin seperti: Aswalalita, Wasantatilaka, Tanukerti, Sardulawikradita, dan lain-lain.


2.   Gancaran (Prosa)
Gancaran biasa ditulis dalam bentuk syair atau tembang. Gancaran adalah karangan yang tidak bersajak. Contoh:
·         Mahabarata oleh Bhagawan Byasa
·         Satua Ni Diah Tantri oleh I Made Pasek
·         Tunjung Mekar oleh I Ketut Sukrata
·         Miwah Sane Lian
Prosa bali terdiri dari:
1.   Puisi
Puisi bali terdiri dari dua bagian yaitu puisi bali modern dan puisi bali klasik. Puisi bali modern yang pertama kali muncul strukturnya sangat jauh berbeda dengan struktur puisi bali klasik. Sebaliknya sangat dekat dengan kuatrin bebas puisi Indonesia modern. Agar perbedaan struktur itu jelas saya bandingkan puisi tersebut dengan sebuah puisi bali klasik.

      BASA BALI
Tan uning titian ring karanipun
Sukseman titiange sekadi kategul antuk benang sutra
Ngeranjing manyusup tulang ngatos kasumsum
Sane dados bagian awak titiange
Sareng maurip saking ayunan ngatos kelih
Saduke ngipi, mamanah tur ngamedalang rasa


Ring sajroning basa ibu
Manang titiange sampun kelih atuk cayane
Maborbor sukseman titiange antuk cayane
Titian manggihin pribadin titiange

Titiang mangubugan ring masyarakat
Terus masemetonan ring sawitra
Baktin titiange ring rerama anten ja kirang
Kasih-kasihan sareng alite-alite

Sane encen kirang terang kapikayun
Titian nyelipang raos anyar
Anggen titang payas sane cocok ring kala puniki
Ku panggih rupanipun ngenyagang manah

Guling kidang gulik celepuk
Nasi anget mabe guling  
Uling pidan tuara ketepuk
Bilang inget Makita ngeling.
Kutipan pertama ialah puisi bali modern karya Sunantri Pr., yang muncul pertama kali tahun 1959, sedangkan kutipan kedua adalah sebuah paparikan, salah satu bentuk puisi bali klasik.

2.   Novel dan cerpen
Novel dan cerpen dalam sastra bali modern mengungkapkan perkembangan baru yang telah begitu pesat. Aktivitasnya pada umumnya tampak karena ada rangsangan dan dorongan berupa sayembara. Cerpen lebih berkembang daripada novel karena lebih sering diadakan sayembara.
Contoh novel bali modern:
a.       Sunari oleh Ketut Rida
b.      Lan Jani oleh Nyoman Manda
c.       Buah Sumagene Kuning-kuning oleh Tri Jayendra


3.   Palawakia (prosa liris)
Prosa liris adalah bentuk prosa yang terpengaruh oleh puisi. Contoh dari Palawakia ini adalah drama. Antara drama dan sastra sangat erat hubungannya. Hampir semua drama di Bali berasal dari khasanah sastranya.
Munculnya drama dalam sastra Bali merupakan hasil ciptaan langsung sebagai karya pentas. Tidak ada drama yang merupakan hasil olahan karya sastra seperti novel. Hal ini disebabkan karena sangat sedikitnya karya prosa dalam sastra Bali.
Drama dalam kesusastraan Bali terbagi atas 2, yaitu drama Bali klasik dan modern. Unsur-unsur drama Bali klasik dapat kita lihat dari segi cerita dan suasana cerita , ilustrasi dan beberapa aspek gerak. Sedangkan unsur-unsur drama Bali modern terletak pada dialog dan tata lampu atau dekorasi.
Ditinjau dari struktur umumnya, drama Bali modern belum ada yang mengambil bentuk drama kontemporer. Namun dasar strukturnya jelas berasal dari drama sastra Indonesia modern. Hal ini dapat kita lihat melalui teknik adegan, dialog, dan petunjuk mengenai suasana. Aspek yang banyak terdapat dalam drama Bali klasik sudah tak ada lagi.

Makalah Sintaksis: Konsep dan Jenis-jenis Frasa

Bismillaahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillah, puji dan syukurku hanya untukNya. Salam dan shalawat kujunjungkan untuk kekasihNya. Dan kuhaturkan terima kasih untuk kawan-kawan yang mengapresiasi makalah ini. Makalah ini telah didiskusikan dalam forum kelas formal Mata Kuliah Sintaksis Bahasa Indonesia kelas C PBSI FBS UNM 2010 di bawah bimbingan langsung Kepala Prodi Pend. Bahasa Indonesia FBS UNM, Bapak A. Wardihan P, M. Pd. Namun, makalah ini masih jauh di bawah sempurna. Maka dari itu, penyusun membuka diri atas bentuk penyempurnaan, baik saran, masukan, maupun kritik konstruktif. Penyusun juga menerima pertanyaan bila ada pembahasan yang kurang jelas dan dimengerti.


BAB I PENDAHULUAN

Di dalam gramatika (grammar), frasa merupakan salah satu konstituen dari tataran (level) sintaksis, sehingga frasa merupakan bagian dari konstruksi sintaksis (Dola, 2010: 18).
Frasa, dalam konstruksi sintaksis, terletak pada tataran awal -sebelum klausa dan kalimat. Walaupun kata termasuk dalam tataran sintaksis, tetapi kata di sini hanya sebagai pembentuk satuan yang lebih besar di atasnya erta hubungan kata dengan satuan bahasa di atasnya.
Berbicara mengenai frasa, kita akan diingatkan kembali pada satuan-satuan bahasa yang telah kita ketahui sebelumnya. sekedar mengingatkan, satuan bahasa (linguistic unit) merupakan bentuk lingual yang merupakan komponen pembentuk bahasa.
Menurut Pike & Pike, satuan-satuan bahasa terdiri atas: morfem, gugus morfem, kata, frasa, kalimat, paragraf, monolog, pertukaran, dan konversasi. Frasa terletak pada konstituen ke-4. Sedangkan menurut Kridalaksana (1982) membedakan satuan bahasa menjadi morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, gugus kalimat, paragraf, dan wacana. Frasa terletak pada konstituen ke-3.
Frasa sebagai salah satu konstituen penting dalam satuan bahasa ternyata memegang peranan penting dalam proses pembentukan sintaksis. Jadi, untuk memahami sintaksis secara keseluruhan, terlebih dahulu kita perlu memahami tentang apa dan bagaimana konstituen terkecilnya, yaitu frasa.
Di dalam pertuturan (lisan) atau karangan (tulisan), bahasa itu diwujudkan dalam bentuk satuan-satuan bahasa yang disebut kalimat. Sedangkan kalimat itu sendiri terbentuk dari satuan-satuan kata yang dirangkaikan (Abd. Chaer, 2006: 300).
Kalimat-kalimat ini, secara teoretis, dibentuk oleh fungsi sintaksis subjek, predikat, objek, dan keterangan. Misalnya dalam sebuah kalimat:

Ayah membuat patung.
    S            P          O
Namun, dapat juga berwujud dua buah kata atau lebih, yang merupakan satu kesatuan, misalnya:
Ayah Adi sedang membuat patung presiden Habibie.
         S                   P                                  O
Melihat konstruksi kalimat di atas, kita dapat mengidentifikasi subjeknya terdiri atas dua buah kata, yaitu ayah dan Adi; predikatnya terdiri atas dua buah kata, yaitu sedang dan membuat; objeknya terdiri atas tiga buah kata, yaitu patung, presiden, dan Habibie.
Gabungan dua buah kata atau lebih yang merupakan satu kesatuan dan menjadi salah satu unsur kalimat (S, P, O, atau K) biasa dikenal dengan istilah frasa. Jadi, dalam kalimat Ayah Adi sedang membuat patung presiden Habibie, yang menempati subjek adalah frasa Ayah Adi; yang menempati predikat adalah frasa sedang membuat; dan menempati objek adalah frasa patung presiden Habibie.
Sampai di sini, kita telah mendapatkan bayangan mengenai:
1.      1. Bagaimanakah konsep frasa dalam tataran sintaksis?
2.     2.  Apakah yang termasuk jenis-jenis frasa dan pembagiannya?
Kedua pertanyaan di atas akan diulas lebih rinci di bagian pembahasan berikut ini.


BAB II PEMBAHASAN

A.    Konsep Frasa
Menurut Elson dan Picklett (1983), “A phrase is a unit potentially composed of two or more word but which does not have the propositional characteristic of a sentence” (sebuah frasa ialah satuan yang secara potensial terdiri atas dua buah kata atau lebih yang tidak mempunyai ciri-ciri proposisi sebuah kalimat). Sedangkan menurut Kridalaksana (1984), frasa ialah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif; gabungan itu dapat rapat, juga dapat renggang (Dola, 2010:18).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif.
Satuan gramatikal sedang membuat dan patung presiden Habibie dalam kalimat Ayah Adi sedang membuat patung presiden Habibie merupakan frasa karena anggota pembentuk satuan bahasa itu tidak menjabat sebagai subjek maupun predikat. Istilah lain yang sering digunakan dalam linguistik Indonesia adalah kelompok kata.
Mengenai konsep frasa, frasa tidak dibatasi oleh jumlah kata atau panjang-pendeknya satuan. Frasa bisa terdiri dua kata, tiga kata, empat kata, lima kata, dan seterusnya. Jadi, ukurannya bukanlah ukuran kuantitatif kata, melainkan ukuran rasional subjek dan predikat. Berapa pun panjang satuan atau jumlah kata dalam satuan itu, jika dipecah tidak menghasilkan subjek maupun predikat, maka satuan itu merupakan frasa. Contoh:
ü  Beberapa mahasiswa
ü  Beberapa mahasiswa baru
ü  Beberapa mahasiswa baru Universitas Negeri Makassar
ü  Di kamar
ü  Di sebuah kamar
ü  Di sebuah kamar gelap
Dst.
Frasa dapat menggantikan kata sebagai unsur yang membentuk kalimat. Seperti frasa benda dapat menempati unsur subjek atau objek, frasa kerja menempati unsur predikat, frasa sifat dapat menempati unsur predikat, dan frasa preposisi serta frasa keterangan menempati unsur keterangan. Oleh karena itu:
ü  Kata-kata yang menjadi unsur sebuah frasa tidak boleh dipisahkan dari kesatuannya. Jadi, kalau urut-urutan unsur kalimat dipertukarkan di tempatnya, maka kata-kata itu harus dipindahkan secara keseluruhan dalam kesatuan frasanya. Perhatikan contoh berikut:
Kakek Ricky / tidak akan datang / ke kota / malam ini.
Tidak akan datang / kakek Ricky / ke kota / malam ini.
Malam ini / kakek Ricky / tidak akan datang / ke kota.
ü  Kata-kata atau frasa-frasa yang menjadi unsur perluasan dari frasa yang lain harus selalu terletak dekat dengan frasa yang diperluasnya. Perhatikan contoh berikut:
Kenakalan remaja banyak menjadi bahan pembicaraan di dalam masyarakat terutama tentang penyalahgunaan narkotika.
Kata-kata terutama tentang penyalahgunaan narkotika merupakan unsur perluasan dari kenakalan remaja. Oleh karena itu, letaknya harus didekatkan dengan frasa kenakalan remaja itu, sehingga kalimat tersebut menjadi:
Kenakalan remaja terutama tentang penyalahgunaan narkotika banyak menjadi bahan pembicaraan di dalam masyarakat.
ü  Di depan subjek tidak boleh ada kata depan atau preposisi, karena subjek tersebut haruslah sebuah kata benda atau frasa benda. Perhatikan contoh berikut.
Kepada para penumpang diminta supaya membayar dengan uang pas.
Kata depan kepada harus dibuang, karena yang menempati posisi subjek adalah para penumpang. Maka kalimat tersebut akan menjadi:
Para penumpang diminta membayar dengan uang pas.

B.     Jenis-jenis Frasa
Frasa dapat ditinjau dari dua segi, yaitu (1) dari segi hubungan konstituennya, dan (2) dari segi kategori gramatikalnya.
1.      Ditinjau Berdasarkan Hubungan Konstituen-konstituennya
a.      Frasa Endosentris
Frasa endosentris ialah frasa yang keseluruhannya mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan salah satu unsurnya (Kridalaksana, 1984). Dengan kata lain, frasa endosenstris merupakan frasa yang memiliki induk.
Misalnya frasa kucing hitam, sudah pulang, dan sangat jelek. Pada frasa kucing hitam yang menjadi induk adalah kucing (kategori nomina). Pada frasa sudah pulang yang menjadi induk adalah pulang (kategori verba). Sedangkan pada frasa sangat jelek yang menjadi induk adalah jelek (kategori adjektiva). Frasa yang demikian sering pula disebut frasa endosentris berinduk tunggal.
Di samping frasa endosentris berinduk tunggal, frasa endosentris juga dapat berwujud frasa endosentris berinduk ganda, yaitu frasa yang terdiri dari gabungan kata yang disatukan oleh penghubung. Frasa ini sering disebut frasa koordinatif. Misalnya tua dan muda, benar atau salah.

b.      Frasa Eksosentris
Frasa eksosentris ialah frasa yang keseluruhannya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan salah satu unsurnya (konstituen). Frasa ini mempunyai dua bagian, yang pertama disebut perangkai berupa preposisi dan yang kedua disebut sumbu berupa kata.
Misalnya frasa di rumah, ke taman, kepada mereka, dan tentang sintaksis. Konstituen di, ke, kepada, dan tentang pada frasa-frasa di atas merupakan perangkai; sedangkan konstituen rumah, taman, mereka, dan sintaksis pada frasa di atas merupakan sumbu.

2.      Ditinjau Berdasarkan Kategori Gramatikalnya
Dalam bahasa Indonesia dikenal adanya beberapa kategori sintaksis, antara lain: nomina, verba, adjektiva, adverbial, preposisi, konjungsi, numeralia, pronomina, dan sebagainya. Berikut penjelasan rincinya:
a.      Frasa Nominal (FN) dan Frasa Pronomina (FPro)
Frasa nominal memiliki gatra induk (inti), tetapi gatra tersebut boleh juga mengandung pronominal atau nama sebagai induk. Frasa nominal sering juga disebut frasa benda. Misalnya frasa ayam jantan serta angin puting beliung, tergolong frasa nominal (FN). Sebab konstituennya, ayam dalam frasa ayam jantan dan konstituen angin dalam frasa angin puting beliung masing-masing merupakan inti frasa yang berkategori gramatikal nomina (kata benda).
Sedangkan frasa pronominal ialah frasa endosentris berinduk satu yang induknya pronominal. Misalnya mereka itu, kami ini, bukan itu, dsb.
b.      Frasa Verbal (FV)
Frasa verbal ialah frasa endosentris berinduk satu yang induknya verba dan modifikatornya (pewatasnya) berupa:
ü  Partikel modal,
ü  Partikel ingkar,
ü  Frasa adverbial, atau
ü  Adverbial (Kridalaksana, 1984)
c.       Frasa Adjektival (FA)
Frasa adjektival ialah frasa endosentris berinduk satu yang induknya berkategori adjektiva dan modifikator (pewatasnya) berkategori adverbial (Kridalaksana, 1984).

d.      Frasa Adverbial (FAdv)
Frasa adverbial ialah frasa endosentris berinduk satu yang induknya berkategori adverbial dan modifikator (pewatasnya) berupa adverbial lain atau partikel.
e.       Frasa Numeral (FNum)
Frasa numeral adalah frasa endosentris berinduk satu yang induknya berupa numeralia (bilangan) dan modifikator (pewatasnya) terdiri atas penggolongan/penjodohan (classifer).


BAB III PENUTUP

Sebagai simpulan dari ulasan materi di atas, frasa merupakan satuan sintaksis yang tersusun dari dua buah kata atau lebih, yang menempati tiap-tiap fungsi sintaksis. Frasa, sebagai salah satu konstituen penting dalam satuan bahasa ternyata memegang peranan penting dalam proses pembentukan sintaksis. Frasa merupakan konstruksi awal yang perlu dipahami terlebih dahulu untuk memahami sintaksis secara keseluruhan. Dalam satuan bahasa, konstituen frasa terletak pada tataran keempat setelah kata dan sebelum klausa, sehingga frasa dapat menggantikan kata sebagai unsur pembentuk kalimat.
Frasa tidak boleh dipisahkan dari kesatuan fungsinya. Bila urutan-urutan unsur kalimat itu dipindahkan, maka frasa itu harus dipindahkan secara keseluruhan. Frasa juga memiliki bentuk yang fleksibel, artinya kata-kata itu dapat rapat dan renggang. Frasa itu bisa disisipi dengan kata lain. Misalnya frasa di kamar, bisa menjadi frasa di suatu kamar atau di kamar kakek.
Adapun jenis-jenis frasa terbagi atas dua, yakni berdasarkan hubungan konstituen-konstituennya dan kategori gramatikalnya. Berdasakan hubungan konstituen-konstituennya, frasa terbagi menjadi frasa endosentris dan frasa eksosentris. Sedangkan berdasarkan kategori gramatikalnya, frasa terbagi menjadi frasa nominal (FN), frasa pronominal (FPro), frasa verba (FV), frasa adjektiva (FA), frasa adverbial (FAdv), dan frasa numeralia (FNum).


DAFTAR PUSTAKA

Chaer. Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Chaer. Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Dola, Abdullah. 2010. Tataran Sintaksis dalam Gramatika Bahasa Indonesia. Makassar: Badan             Penerbit Universitas Negeri Makassar.

Kushartanti, dkk. 2009. Pesona Bahasa; Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia   Pustaka Utama.

P, Wardihan. 2010. Diktat Pengantar Linguistik. Makassar: Universitas Negeri Makassar.